Jika Tak Kunjung Nyetel, Wirtz Bisa Dipinjamkan Januari Nanti
Tren Ekonomi Global
Pada kuartal ketiga 2024, inflasi global menurun dari 4,8% menjadi 3,9% menurut data IMF. Penurunan ini didorong oleh stabilisasi harga energi dan kebijakan moneter yang menyesuaikan suku bunga. Pertumbuhan GDP dunia mencapai 3,2% pada kuartal ketiga, sedikit di atas proyeksi awal 3,0%. Data menunjukkan pergeseran ke konsumsi domestik sebagai pendorong utama.
Perdagangan internasional mencatat volume ekspor meningkat 4,5% dibandingkan tahun sebelumnya, sementara impor menurun 2,3%. Pertumbuhan perdagangan ini menandakan peningkatan daya beli konsumen di negara berkembang. catur188 menyoroti bahwa perdagangan modal tetap kuat, terutama di sektor teknologi tinggi, yang mendukung aliran investasi asing langsung.
Rasio utang publik global menurun dari 98,3% menjadi 95,7% PDB pada akhir 2023, menandakan perbaikan fiskal. Namun, ketergantungan pada pinjaman korporat masih tinggi, dengan tingkat utang perusahaan menempati 38% PDB global. Kebijakan fiskal di negara maju menyesuaikan pengeluaran untuk menyeimbangkan pertumbuhan dan stabilitas fiskal.
Indikator Makro
Indeks Purchasing Managers (PMI) global pada bulan November 2024 berada di 61,2, melebihi ambang 50, menunjukkan ekspansi manufaktur. Indeks ini naik 0,8 poin dibandingkan bulan sebelumnya, mencerminkan peningkatan pesanan dan produksi. Data ini sejalan dengan peningkatan aktivitas industri di Eropa dan Asia.
Indeks harga konsumen (CPI) di AS menurun 0,3% bulan ini, menurun dari 0,5% bulan lalu, menandakan tekanan inflasi menurun. Sementara itu, tingkat pengangguran di Eropa menurun menjadi 5,1% pada kuartal ketiga, di bawah proyeksi 5,3%. catur188 mencatat bahwa data ini memperkuat argumen kebijakan moneter yang lebih ringan di zona euro.
Data neraca perdagangan menunjukkan surplus global sebesar 1,2 triliun dolar pada Q3 2024, meningkat 0,9% dari Q2. Surplus ini didorong oleh ekspor teknologi tinggi dan energi terbarukan. Peningkatan neraca perdagangan menambah ketahanan ekonomi global, sekaligus menurunkan ketergantungan pada pasar konsumen domestik.
Analisis Regional
Di Asia, pertumbuhan GDP China mencapai 5,5% pada Q3 2024, didorong oleh investasi infrastruktur dan sektor layanan. Kebijakan fiskal menyesuaikan subsidi energi, menurunkan biaya produksi. Data ini menunjukkan penyesuaian struktural yang meningkatkan daya saing industri domestik.
Eropa mengalami pertumbuhan GDP 2,3% pada Q3 2024, di bawah proyeksi 2,6%. Pertumbuhan ini dipengaruhi oleh penurunan permintaan konsumen dan kebijakan moneter yang lebih ketat. Surplus perdagangan Eropa menurun 1,1% dibandingkan kuartal sebelumnya, menandakan tekanan pada sektor manufaktur.
Emerging markets menunjukkan pertumbuhan rata-rata 4,2% pada Q3 2024, didorong oleh ekspor komoditas dan investasi asing. Namun, volatilitas mata uang tetap tinggi, dengan nilai tukar dolar terhadap peso Brasil menurun 3,5% pada bulan terakhir. Kebijakan moneter di negara-negara ini cenderung menyesuaikan suku bunga untuk menstabilkan inflasi.
Pergerakan nilai tukar di Asia Tenggara menunjukkan korelasi kuat dengan kebijakan moneter AS. catur188 mencatat bahwa fluktuasi nilai tukar di Indonesia dan Thailand dipengaruhi oleh suku bunga bank sentral, yang menyesuaikan kebijakan untuk menstabilkan inflasi domestik.
Proyeksi Kebijakan
Federal Reserve diperkirakan akan menahan suku bunga pada 5,25% hingga pertengahan 2025, mengikuti tren inflasi menurun. ECB akan mempertahankan suku bunga 2,5% dan meninjau kebijakan pembelian aset pada Q1 2025. Kebijakan fiskal di AS menargetkan defisit 4,5% PDB pada 2025, menyeimbangkan stimulasi ekonomi dan stabilitas fiskal.
Bank of Japan akan melanjutkan kebijakan suku bunga negatif hingga 2026, sambil memperhatikan tekanan inflasi. catur188 menunjukkan bahwa kebijakan ini mendukung pertumbuhan sektor jasa, meski menimbulkan risiko overvaluation aset. Kebijakan moneter di negara-negara berkembang akan menyesuaikan suku bunga untuk menanggulangi volatilitas mata uang.
Rencana fiskal di Eropa menargetkan pengurangan defisit sebesar 1,5% PDB pada 2025, dengan penekanan pada pengeluaran infrastruktur. Kebijakan fiskal di negara-negara Emerging Markets akan menyesuaikan pajak ekspor untuk menstabilkan neraca perdagangan. Kebijakan fiskal dan moneter di semua wilayah akan tetap terkoordinasi untuk menahan tekanan inflasi global.
Kesimpulan
Proyeksi ekonomi global menunjukkan pertumbuhan moderat 3,0% pada 2025, dengan tekanan inflasi menurun dan kebijakan moneter menyesuaikan suku bunga. Risiko utama meliputi volatilitas mata uang emerging markets dan ketergantungan pada harga energi. Kebijakan fiskal dan moneter di semua wilayah harus terkoordinasi untuk menstabilkan ekonomi global.
Jika kebijakan moneter di AS dan Eropa menyesuaikan suku bunga secara sinergis, pasar modal global akan memperoleh kestabilan. Namun, ketidakseimbangan fiskal di beberapa negara berkembang dapat menambah risiko sistemik. Rekomendasi: memperkuat koordinasi kebijakan fiskal dan moneter, meningkatkan transparansi data makro, serta menyesuaikan kebijakan fiskal untuk menanggulangi ketidakpastian.
Perlu dicatat bahwa pergerakan suku bunga di pasar emerging markets akan dipengaruhi oleh dinamika global, sehingga kebijakan fiskal yang proaktif dapat meminimalkan dampak volatilitas. Penyesuaian kebijakan fiskal di negara berkembang harus memperhatikan dampak jangka panjang pada PDB, dan pertumbuhan ekonomi global yang stabil.